Rabu, 06 Maret 2013

Cerpen dan Drama


Contoh Cerpen
KAWAN JADI LAWAN
Vero, Vino, dan Seva merupakan tiga murid SMP Harapan Bangsa. Mereka bersahabat karena ketiga-tiganya anak orang kaya. Suatu hari SMP Harapan Bangsa kedatangan tiga murid dari SMP Nusa Bangsa yang bernama Amri, Diana, dan Vivin. SMP Harapan Bangsa merupakan Sekolah Unggulan. Tiga murid baru sebenarnya anak orang miskin, namun karena  mendapat beasiswa, mereka bisa masuk SMP Harapan bangsa.
Kehadiran tiga murid baru itu menjadi musuh Vino, Vero, dan Seva. Mereka tidak bisa menerima kehadiran murid-murid miskin itu. Vino anak pengusaha kaya raya itu sangat angkuh. Ketika Vivin  murid baru itu baru memperkenalkan diri, Seva sudah mengejeknya, “ Namanya Tumiyem!”
Suatu siang, ketika Vero, Vino, dan Seva berjalan menuju tempat parkir, Vero hampir tertabrak motor. Vero tidak celaka karena diselamatkan Diana. Diana sadar setelah murid yang dibencinya masih mau menolongnya. Dia mengucapan terima kasih dan akhirnya mau berteman. Vino dan Seva masih tetap mengejek Diana. Mereka beranggapan bahwa Diana hanya ingin mengambil hati Vero.
Vino yang selalu membanggakan kekayaan orang tuanya itu akhirnya sadar ketika orang tuanya terlibat kasus korupsi. Vino tidak dapat melanjutkan sekolah. Seva yang sombong akhirnya tidak punya teman. Saat teman-temannya makan di kantin, Seva mendekati dan mengiba agar dia diterima menjadi teman. Akhirnya mereka berteman





 Naskah Drama

LAWAN JADI KAWAN

          Pagi itu di sekolah SMP Harapan Bangsa tempat Vero, Seva, dan Vino bersekolah kedatangan tiga murid baru pindahan dari SMP Nusa Bangsa yang ada di sebuah desa di pinggiran kota. Vero, Seva, dan Vino dalah siswa yang sangat terpandang di SMP Harapan Bangsa yang ternama itu. Sedangkan SMP Harapan Bangsa itu sendiri adalah sekolah ter-elit di kota Surabaya. Tiga murid baru itu dapat bersekolah di sana karena mereka mendapatkan beasiswa.
Bu Vitri     :”Selamat pagi anak-anak”
Siswa         :”Pagi, bu”
Bu vitri      :”Hari ini kita kedatangan teman baru pindahan dari SMP nusa bangsa.”
                   Tiga murid baru itu pun masuk ke dalam kelas. Tiga murid baru tersebut adalah Vivin, Diana, Amri.”
          Ibu Vitri    :”Kalian bertiga,perkenalkan nama kalian.”
          Vivin         :”Teman-teman,perkenalkan nama saya….,”
          Seva           :”Tumiyam!” (menyela)
          Ibu Vitri    :”Seva! Kamu itu selalu saja bikin rebut.” (membentak)
Sudah, kalian lanjutin perkenalkan diri kalian.”(ramah)
Amri          :”Perkenalkan nama saya amri setyadi, kalian bisa                                              panggil saya amri.”
Diana         :Kalau saya Diana nigrum kalian bisa panggil saya Diana.”
Vivin         :”Saya Vivin Retno Agustin, panggil aja aku Vivin.”
                   Ketika Diana berjalan di samping bangku Vero, Vero menjeggal kaki Diana, Diana pun jatuh.
          Diana         :”Auuuuw….”
          Ibu Vitri    :”Ada apa itu.” (lantang)
Maaf Bu, tadi kaki saya dijegal dia.”(agak takut sambil menunjuk ke arah Vero)
Vero           :”Ih, sap juga jegal kaki kamu dasar kamunya aja yang  buta jadi gak tau kalau ada kaki.”
Seva           :”Iya tuh bu dasr dianya aja yang nggak punya mata jadi jatuh deh.”
Seva,Vero,Vino:”hahaha….”(tertawa)
Ibu vitri     :”Sudah-sudah! Kalian itu selalu bikin rebut, sekarang buka pelajaran selanjutnya.”
  Pelajaran pun  di mulai beberapa jam kemudian bel istirahat pun berbunyi. Vino,seva,dan vero bergegas ke kantin tetapi mereka melihat ke tiga anak baru tersebut menempati bangku mereka.
Vino           :”Eh! Kalian bertiga minggir.”(memukul meja)
Vero           :”Iya, init uh meja kita bertiga.”
Vivin         :”Lho ini kan fasilitas sekolah siapa aja boleh nempatin                   donk.”
Seva           :”Eh loe ga’ tau sekolah ini punya siapa!.”(nyolot sambil ndorong vivin)
Amri          :”Emang sekolah ini punya siapa?.”
Seva           :”Sekolah init uh punya bokap gua. Jadi gua berhak tuk ngelarang siapa aja buat duduk di sini.”
Vivin         :”Walaupun sekolah ini milik orang tua kamu, tapi kamu ga berhak dong se-enaknya aja ngelarang kita. kita juga punya hak disini.”
Vino           :”Halah! Sekolah di bayarin aja bangga…”
Diana         :Walaupun kita masuk di sini karena beasiswa, tapi kita disini juga punya hak yang sama kan.”
Vino           :”Eh, loe semua ngajak berentem ya, kalo loe ga’ mau minggir kita bisa ngeluarin loe,loe,danloe dari sekolah ini…!”(sambil menunjuk amri,Diana,dan vivin)
Vero           :”Udah bagus sekolah di sini di bayarin.”
Amri          :”Ya udalah kita ngalah aja daripada kita dapet masalah..”
                             Hari hari pun berlalu, Diana,Vivin,dan Amri tetap menjadi musuh bebuyutan Vero, Seva, dan Vino. Mereka gak suka dengan anak baru itu karena mereka miskin.
          Pada suatu hari ketika Vero, Seva, dan Vino berjalan menuju parkiran sekolah, Vero hamper tertabrak motor. Tapi Vero di selamatkan Diana.
Vero           :”Diana?. Ma..makasih.”(agak gugup)
Diana         :”Iya, sama-sama. Makannya kalu jalan hati-hati  yah(tersenyum manis)
Vino           :”Ah,elo tuh sok baik banget sih.”
Seva           :”Elo juga sih ve nagapin pake bilang makasih segala.”
Vero           :”Lho, tapi kan dia da nyelametin aku, kalo ga ada dia pasti aku dah ketabrak motor tadi
Seva           :”Halah..paling juga dia Cuma mau ngambil hati kamu aja biar dia bisa temenan ma kita, iya kan…”
Vino           :”Iya,tuh..”
Diana         :”Nggak kok. Aku ga ada niat kayak gitu
Amri          :”Di, ayo kita pulang. Keburu sore nih.”
Diana         : Iya, bentar”
                   “Ya, udah ve, kita pilang dulu.”
Vero           : Oh, ya thanks banget ya da nolongin aku.”
Vino           : Ya, udalah ayo kita pulang, katanya mau makan di  
                      restoran biasa.”
Seva           : Iya, tuh ayo kita pergi!”
          Akhirnya Seva, Vino, dan Vero pun pergi. Beberapa minggu kemudian Vero sudah berteman dengan Diana, Vivin, dan Amri. Tapi Vero juga berteman dengan Seva dan Vino.
          Beberapa bulan kemudian ayah Vino yang seorang pengusaha kaya raya ditangkap polisi karena korupsi. Keluarga vino pun jatuh miskin. Vino pun tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Seva pun menjauhi Vino. .
          Ketika Vero dan teman-temanya berkunjung ke rumah Vino, Vino heran kenapa mereka masih mau berteman dengannya. Padahal ia sering jaht dengan mereka.
Vino           : Napa kalin masih mau temenan ma aku, aku kan  sering ma kalian.”
Amri          : Meskipun kamu sering jahat ma kita. tapi kamu tetep  
                      temen kita.”
Vero           : Iya dan kamu msih bisa berubah jadi baik kan”
Vino           : Iya kalian emang temen yang baik, aku nyesel dah jahat ma kalin.”
Vero           : Iya, aku dulu kan juga gitu Vin, tapi sekarang aku berubah kan.”
Vino           :”Iya, maafin aku ya?.”
Semua        : Iya.”
                 Akhirnya pun mereka jadi sahabat. Sedangkan Seva yang sombong  tidak memiliki teman di sekilahnya. Dia di jauhi teman-temannya karena kesombongannya. Dia pun menyesal karena kesombongannya dia di jauhi semua sahabatnya. Seva pun sadar.
                 Saat temanya sedang makan dan bercanda di kantin seva menghampirinya.
Seva           : Teman-teman apakah kalian masih mau temenan ma                               aku?.”
Amri          : Masih kok Va cuma kamunya aja yang ga sadar.
Seva          : Maafin aku ya. Aku nyesel banget da jahat ma kalian aku sadar bahwa semua yang aku punya ga ada artinya dibanding persahabatan. Kalian masih mau nerima aku jadi temen kalian?.”
Amri          : Masih ko’ va asal kamu mau berubah.”
Seva          :”Iya, aku janji bakalan berubah jadi lebih baik.”
Vero           :”Bener nie..”
Seva           :”Ya, iyalah. Ternyata ga punya temen rsanya ga enak.”
Diana         :”Akhirnya seva sadar juga.”
Vivin         :”Ah kamu itu, temenya da berubah malah di gituin.”
Vino           :”Aya nih kamu, ga mlah seneng.”
Diana         :”Iya iya, kan Cuma bercanda.”
Ibu vitri     :”Jadi kalian semua sahabatan ni.?”
Semua        :”Ya iyalah….(serempak)
         
Akhirnya mereka bersahabatan





PUSPA

Ta, jadi jomblo emang nggak enak ya ?” ”Kamu sih, banyak petimbangan, cari cowok saja kriterianya rumit, kayak pangeran mencari permaisuri.” jawab Tata sinis. Tata sudah hafal karakter Puspa. ” Aku harus punya cowok yang tampan, gaul, tajir dan bertitel, pantas digandeng, laayak dipamerkan tetangga dan yang paling utama dapat untuk sandaran saat dompet menipis,” sanggah Puspa. Puspa dilahirkan di sebuah desa, dari keluarga yang sederhana, namun gaya hidupnya bak selebritis. Bicaranya selalu tinggi-tinggi, sedikit arogan, membuatnya sepi dari teman cewek. Hanya Tata yang awet sobatnya. Semua teman ceweknya lari, tak tahan ocehan-ocehan yang selangit yang membuat telinga alergi, karena tak sesuai dengan keadaan. Tata yang dengan sabar menemani, menasehati agar jangan silau akan ketampanan, jangan terbuai oleh kekayaan, jangan terbius oleh titel. Nasihat itu selalu masuk telinga kanan dan langsung lepas di telinga kiri. Sepatu hak tinggi, rok mini, dan kalung monte jadi khas penampilan Puspa.

Pus, kamu itu mau kuliah atau mau ke pesta ?” sindir Tata. ”Biarlah Ta, begini saja nggak dapat-dapat cowok, apalagi kalau penampilan udik .”
Ta, besok aku mau mudik, uangku dah menipis. Ya beginilah kalau jomblo, kalau dah tanggal tua pusing tujuh keliling.

Pus mulai merangkak meninggalkan terminal. Puspa duduk sendirian di pinggir dekat jendela. Angin langsung menerobos, menendang mata Puspa, sehingga matanya tampak sebuah garis. Sekejab kemudian tubuh Puspa tersandar, goyang ke kiri, goyanng ke kanan, mengangguk angguk, seirama dengan goyangan bus yang melewati jalan berlubang-lubang. Puspa terkejut ketika Puspa di towel kondektur yang minta ongkos karcis. Puspa menyodorkan selembar uang kertas dengan mata setengah terbuka. Setelah menyimpan karcisnya dia kembali berkelana ke alam sukma.

”permisi...Mbak, tempat duduknya kosong?” tanya seorang cowok yang baru naik bus. ” ya....ya....ya...silakan,” jawab Puspa setengah sadar. ”Mau ke mana Mbak? Kok sendirian,” tanya cowok itu. Rasa kantuk yang menggelayuti mata Puspa seraya sirna. Puspa membuka matanya agak lebar. ” tampan jug ini cowok. Terlintas sebutir asa dalam hati Puspa. ”Kenalkan Mbak nama saya Togy,” sambil menyodorkan tangannya. ”Puspa.” jawabnya singkat. Puspa mulai tertarik dengan pandangan pertamanya. Togy memonopoli pembicaraan bak seorang sahabat lama yang baru bertemu. Biografinya dikupas tuntas. Puspa begitu antusias mendengarkan ocehannya. Diam-diam mata Puspa menyelidik, ”Sepatunya Bucherri, kaosnya Polo, celananya Lee Cooper, arlojinya Rollex kuning kinclong, wah tajir bener ini cowok.” bisik hati kecilnya. ”Mbak...mbak punya minyak angin?” tanya Togy memecah lamunan Puspa. Puspa semakin yakin akan keberadaan cowok yang ada disampingnya. Togy dapat menangkap ekspresi lawannya yang mulai terpikat. Togy mengeluarkan senjnatanya, menebarkan racunnya dengan bualan-bualan metropolis. Togy mengatakan bahwa dia tak biasa naik bus. Dia pasti mual, mabuk dan pusing bila harus bejejal-jejal dengan lima puluh macam aroma peluh penumpang.

Bus mulai masuk terminal Kudus. Puspa bersiap-siap turun. Puspa masih harus naik bus dua kali kemudian dilanjutkan naik becak/dokar/ojek baru sampek rumahnya. “Mbak bagaimana kalau bareng saya saja, naik taksi? Saya juga mau ke daerah sana.” tawar Togy. Hati Puspa girang bukan kepalang, dadanya meletup-letup, jantungnya berdetak keras seperti mau copot, aliran darahnya terasa terhenti. ”Nggak merepotkan ta maaaasss.....?” tanya Puspa mulai genit. ” Nggak biasa, ntar aku antar sampai kerumahmu.” jawab Togy yang telah mengaku sebagai insinyur teknik sipil itu. Hati Puspa bercampur aduk bak kopi tubruk. Senang, bangga, bahagia. ” semua keluarga tentu akan menyambut gembira.” pikirnya.

Obrolan terhenti ketika taksi memasuki halaman rumah tembook sederhana. Seisi rumah berhamburan keluar ketika mendengar deru mobil. Mata mereka terbelalak, lidah mereka kelu, mulut terkunci, tanpa sepatah kata. Pikiran mereka melesat ke dunia fantasi. Semua tampak giginya, senyumnya, kata-katanya ketika Puspa mengucapkan salam, ”Assalamualaikum! Waalaikumsalam.” jawab mereka serempak.

Insinyur Togy bercaka-cakap dengan ibu Puspa di ruang tamu. Puspa membuntuti bapaknya ke ruang dapur. Puspa mendapatkan setumpuk pertanyaan dari bapaknya, persis seperti polisi menintrogasi pencuri. Pertanyaan mulai dari kapan kenalnya, bagaimana bobot bebet bibitnya. Semua telah dijawab Puspa sesuai dengan kronologi bualan Togy. Bapak Puspa menangkap sinyal negatif. ” Pus kamu mesti berhati-hati dalam bergaul. Kamu harus dapat membedakan antara cowok yang serius dengan yang membius. Kalau cowok tahu etika tak mungkin baru kenal langsung ikut kerumah. Jangan kau ulang lagi membawa cowok yang belum tahu asal usulnya, apalagi pulang membawa aib. Ingat itu! Pegang ucapan bapak!!!!!!” Puspa diam tak menjawab, Puspa kecewa, jengkel atas intimidasi bapaknya. Puspa lari keluar, ke halaman samping, duduk terpaku, pandangannya nanar.

Bapak Puspa mondar-mandir dengan ekspesi bak singa kelaparan. Bruaaakkkk....suara pintu dibanting. Praaaang........suara piring jatuh. ” Puspaaaaaaa........tolong pintunya ditutup biar tidak kena angin, kucingnya dikeluarkan biar tidak menyenggol barang-barang di atas meja makan!” kata ibunya dari ruang tamu. Sebenarnya ibu Puspa tahu bahwa itu sebenarnya bukan suara angin atau kucing yang menjatuhkan mangkuk. Bapak Puspa mengunci diri di dalam kamar, dia tidur mendengkur, dengkkurannya semakin keras. Keras karena dibuat-buat atau memang tidurnya pulas. ”Paak....saya mau kembali ke Semarang. Pak saya mohon pamit.” kata Puspa dan Togy dari balik pintu. Tak ada jawaban, yang ada dengkuran yang semakin keras. Puspa sedih murung. Hubungannya tidak dapat respon positif dari bapaknya.
”Pus mana oleh-oleh dari desa?” tanya Tata. ” aku bawa oleh-oleh istimewa tapi kamu tidak akan saya kasih.” jawab puspa sambil menyodorkan foto-foto Togy dalam berbagai style. Biografi insinyur langsung di transfer ke telinga Tata. ” hati-hati lho pus, saya kok kurang yakin dengan keberadaan cowokmu. Suatu instan biasanya berdampak negatif.
Darah Puspa langsung mendidih, matanya melotot, giginya gemeretak,” mulai detik ini, kamu tidak perlu urusan pribadiku!” bentak Puspa sambil berkacak pinggang. Tata langsung ngacir meninggalkan Puspa sendirian.
Dalam kelas, Puspa duduk sendirian seperti makhluk terasing. Penampilannya semakin norak, cowok barunya selalu menjemput dan mengantarkannya. Mall, cafe, pantai menjadi menu tambahan setelah pulang kuliah. Mereka berdua semakin lengket seperti Romeo dan Yuliet. Mereka selalu mesra bak Galih dan Ratna. Buku-buku kuliah mulai membuatnya jengah, tugas-tugas membuatnya lelah, ruang kuliah membuatnya gerah sehingga Puspa mulai sering absen.

Puspa lepas dari keluarganya karena tak ada yang merestui hubungannya. Dia melepaskan diri dari komunitas kampusnya. Dia enjoy dengan cowok yang telah menjanjikan madu dalam hidupnya. Puspa hidup bebas, lepas dari komentar teman, lepas dari nasehat ortu. Kepatuhan, kedisiplinan, kepribadian, keimanan, semua turut lepas. Insinyur Togy telah berhasil meluluhkan hati Puspa, telah berhasil meluluhlantakkan masa depan Puspa. Tanpa Puspa sadari, ia telah merajut dosa tuk menanti bencana.

Beberapa bulan berpisah dengan Puspa, justru membuat hati Tata lebih tenang. Pikirannya lebih konsentrasi pada studinya. Dia ingin lulus tepat waktunya, ingin segera mengajar, mendapatkan gaji, untuk membantu beban orang tuanya. Dia tak ingin memikirkan cowok dulu. Bukan berarti Tata cewek anti cowok, tapi dia cewek yang punya program hidup.

Ketika siang bolong, panas menyengat kulit penghuni jagat, Puspa dengan wajah kusut dan rambut yang semrawut, manyusuri kamar-kamar kos tempat yang dulu ditempati bersama-sama teman kampusnya. Semua pintu tertutup, sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan. Puspa mendapatkan info dari ibu kos bahwa teman-teman seangkatannya telah berangkat PPL. Sebenarnya Puspa ingin mencari sobatnya Tata, dia ingin minta maaf, dia ingin curhat. Dia ingin minta tolong untuk mengurangi ”Benang yang telah kusut.”

Puspa harus mencari solusi untuk ”mengurai benang kusut” seorang diri. Puspa hamil hasil buah dosa, insinyur Togy hilang tak tahu rimbanya, dia kelimpungan. Mau menggugurkan janinnya, dia tak tega, dia tak berdaya karena uang tak ada di tangan. Insinyur Togy yang berpenampilan trendi yang dipuja-pujanya ternyata hanyalah seorang kuli bangunan. Hal itu terungkap dengan tanpa sengaja.
”Permisiiiiii........pak Togyman ada, mbak? Tanya pemuda yang baru datang. Puspa terkejut, bingung, dan bengong persis sapi ompong ketika mendengar kata Togyman. Pemuda itu akhirnya bercerita panjang. Togyman yang diucapkan pemuda itu ternyata insinyur Togy yang selama ini membius hidupnya.” ”Togyman pernah menjadi kuli batu di rumah ayahku. Saat menguli itu, dia pernah mengambil barang-barangku (sepatu Bucherri, celana Lee Cooper, kaos Polo, dan alroji Rollex).
Semua itu atas laporan-laporan temannya, diperkuat lagi, sejak terjadi peristiwa kehilangan, Tugiman ikut menghilang.”
Puspa mendengarkan cerita pemuda itu dengan mata berkaca-kaca . Malu, sedih,  kecewa, jengkel, menyesal berkolaborasi jadi satu. Sejak dia mengetahui saya hamil, dia menghilang. Saya sendiri tidak tahu di mana keberadaannya. Mungkin barang-barang mas yang bermerek itu yang dijadikan modal untuk membidik cewek-cewek bodoh,  seperti saya ini, Mas.” kata Puspa memelas. Pemuda itu pulang tanpa hasil. Sepatu, arloji, kaos dan celana telah menggembara bersama cowok pemburu wanita.

Puspa menggerutu sendiri, ”benar apa yang dikatakan bapak, benar yang dikawatirkan Tata. Kuliahku terputus, komunikasi dengan keluarga terputus, harapanku pupus. Ir. Togy (si kuli batu Togyman) menghilang, perutku semakin megembang. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Puspa melewati hari-harinya dengan berjuang seorang diri. Dia bekerja apa saja demi mendapatkan sesuap nasi. Bayi yang tak pernah diharapkan akhirnya lahir di dunia. Beban semakin bertambah, pikiran semakin ruwet. Tengah malam dibawah rintihan hujan, Puspa diam-diam meninggalkan kamar kos yang sudah dua bulan belum di bayar, dengan mendekap bayinya yang masih merah. Dia mengikuti langkah kakinya tanpa tujuan pasti. Akhirnya mereka memberanikan diri mendatangi warkop, dia menawarkan jasa untuk membantu sebagai pelayan. Bu Tanti pemilik warung itu tidak tega melihatnya. Puspa diperbolehkan membantu dengan imbalan sekadarnya.

”Pa......pa.....pa.....itu kan Puspa tetangga kita. Katanya kuliah kok ada di warung. Salah lihat mungkin maaa........ Ayo kit dekati, pura-pura beli es!” Gatot dan Eva segera memasuki warung itu. ”es teh dua, Mbak!” ”Ya”jawab puspa tnpa menoleh. Puspa selalu melipat wajahnya dan blingsatan bila bertatap muka dengan orang asing, takut ketemu teman kampusnya. Gatot dan Eva menunduk dengan tetap berkacamata dan berjaket, biar penyamarannya sukses. ”benar-benar Puspa, itu benar Puspa, aku tidak salah lihat,” kata Eva pelaaannn sambil mencubit paha suaminya. Puspa tampak kurus dan tak terawat. Malam itu juga Gatot menelepon Santo kakak Puspa yang tinggal di Malang. Malam berikutnya Gatot mengantar Santo ke warung Puspa. Gatot hanya memantau dari kejauhan. Santo menyaksikan sesosok bayi merah berbalut selendang yang digeletakkan di atas meja di samping gelas-gelas kotor. Santo tak mampu membendung air matanya, tapi ketika melihat Puspa, Santo jadi geram dan jengkel. Santo ikut membesarkan, ikut membantu kuliah Puspa, tapi hasilnya seperti...........
”kopi tiga!!!!!!” suara aneh Santo. Seketika Puspa menoleh, tulang-tulangnya seakan luruh, badannya lemas tanpa jawaban, dia jongkok dengan melipat wajahnya, dia menangis sesenggukan. Puspa tahu bahwa yang pesan kopi adalah kakaknya. Puspa ketakutan. ”ayo pulang, bawa bayimu!” gertak Santo memendam marah. Tanpa basa-basi Puspa langsung mohon pamid pada bu Tanti. ”terima kasih, Bu! Kata Santo pada bu Tanti. Bu Tanti bengong. ” itu hasil kuliah kamu tiga tahun! Itu ganjarannya kalau jadi anak selalu melihat atas, nggak introspeksi. Di bawah itu banyak kerikil, batu, paku, duri yang siap melukai.”Puspa tetap membisu. Mobil yang membawanya terus melaju menuju Malang. Saat mentari telah menginti di ufuk timur, sampailah ketiganya dirumh Santo. ”selama satu minggu kamu istirahat di sini, setelah itu kembalilah ke Semarang, biarkan bayimu kami yang merawat.” kat istri Santo.

Bus akas mulai keluar dari terminal Arjosari. Puspa duduk dibelakang sopir berdampingan dengan ibu-ibu. Bus melaju kencang menuju Surabaya. Setelah sampai terminal Purabaya,

Puspa pindah ke bus Jaya Utama menuju Semarang. Puspa kembali ke warung bu Tanti. Puspa tak mungkin kuliah lagi karena dia telah membolos dua semester.

                                                                                    A.T. Purwaningsih, S.Pd.
                                                                                    SMP N 1 SEDATI
                                                                                    3 April 2009. 16.30

Drama . . . .

Renungan Senja

Raja siang menyeringai menyebarkan panasnya
    Menerpa permukaan laut yang biru
             Biru,jernih bak cermin raksasa
                          Ombak berkejar-kejaran ke bibir pantai
                                      Pasir-pasir halus lari ke tepi
    Membentuk garis-garis
                                                             Panas mentari mulai sirna
                                                Mentari sore menghangatkan buana
                                     Nelayan telah bersiap-siap
                          Perahu,lampu,layar,kail,jala,dan dayung

                                     Raja siang berangkat ke peraduannya
                                                 Nelayan mulai menaiki perahunya
                                                               Lentera mulai dinyalakan
    Dayung mulai digerakkan
    Doa mulai dipanjatkan
                                                                                                   Layar mulai dibentangkan

    Buana mulai gulita
    Udara malam,menusuk rusuk
            Dengan penuh asa
                           Jala mulai ditebarkan
                                       Tiga puluh menit kemudian
                                                  Berpuluh-puluh ikan telah terperangkap
                                                             Jala ditarik,ikan menggelepar-gelepar




                                                            Fajar telah menyingsing
                                                 Perahu penuh ikan
                                    Lampu dipadamkan
                        Dayung diletakkan
            Layar dilipat
    Perahu merapat

    Nelayan bergumam
            Terima kasih Tuhan
                         Terima kasih laut
                                    Maafkan kami,ikan-ikan
                                                Kami telah merampas hak hidupmu
                                                            Sebentar lagi manusia akan memutilasimu



                                                          By A.T.P

                                                                             On Monday, Nine March 09
















Ngajar











Rafting




Foto Keluarga





Foto Keluarga