Contoh Cerpen
KAWAN JADI LAWAN
Vero, Vino, dan Seva
merupakan tiga murid SMP Harapan Bangsa. Mereka bersahabat karena
ketiga-tiganya anak orang kaya. Suatu hari SMP Harapan Bangsa kedatangan tiga
murid dari SMP Nusa Bangsa yang bernama Amri, Diana, dan Vivin. SMP Harapan
Bangsa merupakan Sekolah Unggulan. Tiga murid baru sebenarnya anak orang
miskin, namun karena mendapat beasiswa,
mereka bisa masuk SMP Harapan bangsa.
Kehadiran tiga murid baru
itu menjadi musuh Vino, Vero, dan Seva. Mereka tidak bisa menerima kehadiran
murid-murid miskin itu. Vino anak pengusaha kaya raya itu sangat angkuh. Ketika
Vivin murid baru itu baru memperkenalkan
diri, Seva sudah mengejeknya, “ Namanya Tumiyem!”
Suatu siang, ketika Vero,
Vino, dan Seva berjalan menuju tempat parkir, Vero hampir tertabrak motor. Vero
tidak celaka karena diselamatkan Diana. Diana sadar setelah murid yang
dibencinya masih mau menolongnya. Dia mengucapan terima kasih dan akhirnya mau
berteman. Vino dan Seva masih tetap mengejek Diana. Mereka beranggapan bahwa
Diana hanya ingin mengambil hati Vero.
Vino yang selalu membanggakan kekayaan orang
tuanya itu akhirnya sadar ketika orang tuanya terlibat kasus korupsi. Vino
tidak dapat melanjutkan sekolah. Seva yang sombong akhirnya tidak punya teman.
Saat teman-temannya makan di kantin, Seva mendekati dan mengiba agar dia
diterima menjadi teman. Akhirnya mereka berteman
Naskah Drama
LAWAN JADI KAWAN
Pagi itu di sekolah SMP Harapan Bangsa tempat Vero, Seva, dan Vino
bersekolah kedatangan tiga murid baru pindahan dari SMP Nusa Bangsa yang ada di sebuah
desa di pinggiran kota. Vero, Seva, dan Vino dalah siswa yang sangat terpandang di SMP Harapan Bangsa yang
ternama itu. Sedangkan SMP Harapan Bangsa itu sendiri adalah sekolah ter-elit di kota
Surabaya. Tiga murid baru itu dapat bersekolah di sana karena
mereka mendapatkan beasiswa.
Bu Vitri :”Selamat pagi anak-anak”
Siswa :”Pagi,
bu”
Bu vitri :”Hari ini kita kedatangan teman baru pindahan dari SMP
nusa bangsa.”
Tiga
murid baru itu pun masuk ke dalam kelas. Tiga murid baru tersebut adalah Vivin, Diana, Amri.”
Ibu Vitri :”Kalian bertiga,perkenalkan nama kalian.”
Vivin :”Teman-teman,perkenalkan
nama saya….,”
Seva :”Tumiyam!”
(menyela)
Ibu Vitri :”Seva! Kamu itu selalu saja bikin rebut.” (membentak)
“Sudah, kalian lanjutin
perkenalkan diri kalian.”(ramah)
Amri :”Perkenalkan nama saya amri setyadi, kalian bisa
panggil saya amri.”
Diana :Kalau saya Diana nigrum kalian bisa panggil saya
Diana.”
Vivin :”Saya Vivin Retno Agustin, panggil aja aku Vivin.”
Ketika
Diana berjalan di samping bangku Vero, Vero menjeggal kaki Diana, Diana pun jatuh.
Diana :”Auuuuw….”
Ibu Vitri :”Ada apa itu.” (lantang)
Maaf Bu, tadi kaki saya dijegal
dia.”(agak takut sambil menunjuk ke arah Vero)
Seva :”Iya tuh bu dasr dianya aja yang nggak punya mata jadi
jatuh deh.”
Seva,Vero,Vino:”hahaha….”(tertawa)
Ibu vitri :”Sudah-sudah! Kalian itu selalu bikin rebut, sekarang
buka pelajaran selanjutnya.”
Pelajaran pun di mulai beberapa
jam kemudian bel istirahat pun berbunyi. Vino,seva,dan vero bergegas ke kantin
tetapi mereka melihat ke tiga anak baru tersebut menempati bangku mereka.
Vino :”Eh! Kalian bertiga minggir.”(memukul meja)
Vero :”Iya, init uh meja kita bertiga.”
Vivin :”Lho ini kan fasilitas
sekolah siapa aja boleh nempatin donk.”
Seva :”Eh loe ga’ tau sekolah ini
punya siapa!.”(nyolot sambil ndorong vivin)
Amri :”Emang sekolah ini punya
siapa?.”
Seva :”Sekolah init uh punya
bokap gua. Jadi gua berhak tuk ngelarang siapa aja buat duduk di sini.”
Vivin :”Walaupun sekolah ini milik
orang tua kamu, tapi kamu ga berhak dong se-enaknya aja ngelarang kita. kita
juga punya hak disini.”
Vino :”Halah! Sekolah di bayarin
aja bangga…”
Diana :Walaupun kita masuk di
sini karena beasiswa, tapi kita disini juga punya hak yang sama kan.”
Vino :”Eh, loe semua ngajak
berentem ya, kalo loe ga’ mau minggir kita bisa ngeluarin loe,loe,danloe dari
sekolah ini…!”(sambil menunjuk amri,Diana,dan vivin)
Vero :”Udah bagus sekolah di sini
di bayarin.”
Amri :”Ya udalah kita ngalah aja
daripada kita dapet masalah..”
Hari hari pun berlalu, Diana,Vivin,dan Amri tetap
menjadi musuh bebuyutan Vero, Seva, dan Vino.
Mereka gak suka dengan anak baru itu karena mereka miskin.
Pada suatu hari ketika Vero, Seva, dan Vino berjalan menuju parkiran sekolah, Vero hamper tertabrak motor. Tapi Vero di selamatkan Diana.
Vero :”Diana?.
Ma..makasih.”(agak gugup)
Diana :”Iya,
sama-sama. Makannya kalu jalan hati-hati
yah(tersenyum manis)
Vino :”Ah,elo tuh sok baik banget sih.”
Seva :”Elo juga sih ve nagapin pake bilang makasih segala.”
Vero :”Lho, tapi kan dia da
nyelametin aku, kalo ga ada dia pasti aku dah ketabrak motor tadi
Seva :”Halah..paling juga dia
Cuma mau ngambil hati kamu aja biar dia bisa temenan ma kita, iya kan …”
Vino :”Iya,tuh..”
Diana :”Nggak kok. Aku ga ada niat kayak gitu
Amri :”Di, ayo kita pulang. Keburu sore nih.”
Diana : ”Iya, bentar”
“Ya, udah ve, kita pilang
dulu.”
Vero : ”Oh, ya thanks banget ya da nolongin aku.”
Vino : ”Ya, udalah ayo kita pulang, katanya mau makan di
restoran biasa.”
Seva : Iya, tuh ayo kita pergi!”
Akhirnya Seva, Vino, dan Vero pun pergi. Beberapa minggu kemudian Vero sudah berteman dengan Diana, Vivin, dan Amri.
Tapi Vero juga berteman dengan Seva dan Vino.
Beberapa bulan kemudian
ayah Vino yang seorang pengusaha kaya raya ditangkap
polisi karena korupsi. Keluarga vino pun jatuh miskin. Vino pun tidak dapat
melanjutkan sekolahnya. Seva pun menjauhi Vino. .
Ketika Vero dan teman-temanya berkunjung ke rumah Vino, Vino heran kenapa mereka
masih mau berteman dengannya. Padahal ia sering jaht dengan mereka.
Vino : ”Napa kalin masih mau temenan
ma aku, aku kan sering ma kalian.”
Amri : ”Meskipun kamu sering jahat
ma kita. tapi kamu tetep
temen kita.”
Vero : ”Iya dan kamu msih bisa
berubah jadi baik kan”
Vino : ”Iya kalian emang temen
yang baik, aku nyesel dah jahat ma kalin.”
Vero : ”Iya, aku dulu kan juga
gitu Vin, tapi sekarang aku berubah kan.”
Vino :”Iya,
maafin aku ya?.”
Semua : ”Iya.”
Akhirnya
pun mereka jadi sahabat. Sedangkan Seva
yang sombong tidak memiliki teman di
sekilahnya. Dia di jauhi teman-temannya karena kesombongannya. Dia pun menyesal
karena kesombongannya dia di jauhi semua sahabatnya. Seva pun sadar.
Saat
temanya sedang makan dan bercanda di kantin seva menghampirinya.
Seva : ”Teman-teman apakah kalian
masih mau temenan ma
aku?.”
Amri : ”Masih kok Va cuma kamunya aja yang ga
sadar.
Seva : ”Maafin aku ya. Aku nyesel
banget da jahat ma kalian aku sadar bahwa
semua yang aku punya ga ada artinya dibanding persahabatan. Kalian masih mau
nerima aku jadi temen kalian?.”
Amri : ”Masih ko’ va asal kamu mau berubah.”
Seva :”Iya, aku
janji bakalan berubah jadi lebih baik.”
Vero :”Bener nie..”
Seva :”Ya, iyalah. Ternyata ga
punya temen rsanya ga enak.”
Diana :”Akhirnya
seva sadar juga.”
Vivin :”Ah kamu
itu, temenya da berubah malah di gituin.”
Vino :”Aya nih kamu, ga mlah
seneng.”
Diana :”Iya iya,
kan Cuma bercanda.”
Ibu vitri :”Jadi
kalian semua sahabatan ni.?”
Semua :”Ya
iyalah….(serempak)
Akhirnya mereka bersahabatan
PUSPA
“Ta, jadi jomblo emang nggak enak ya ?” ”Kamu sih, banyak
petimbangan, cari cowok saja kriterianya rumit, kayak pangeran mencari
permaisuri.” jawab Tata sinis. Tata sudah hafal karakter Puspa. ” Aku harus
punya cowok yang tampan, gaul, tajir dan bertitel, pantas digandeng, laayak dipamerkan
tetangga dan yang paling utama dapat untuk sandaran saat dompet menipis,”
sanggah Puspa. Puspa dilahirkan di sebuah desa, dari keluarga yang sederhana,
namun gaya hidupnya bak selebritis. Bicaranya selalu tinggi-tinggi, sedikit
arogan, membuatnya sepi dari teman cewek. Hanya Tata yang awet sobatnya. Semua
teman ceweknya lari, tak tahan ocehan-ocehan yang selangit yang membuat telinga
alergi, karena tak sesuai dengan keadaan. Tata yang dengan sabar menemani,
menasehati agar jangan silau akan ketampanan, jangan terbuai oleh kekayaan,
jangan terbius oleh titel. Nasihat itu selalu masuk telinga kanan dan langsung
lepas di telinga kiri. Sepatu hak tinggi, rok mini, dan kalung monte jadi khas
penampilan Puspa.
”Pus, kamu itu mau kuliah atau mau ke pesta ?” sindir
Tata. ”Biarlah Ta, begini saja nggak dapat-dapat cowok, apalagi kalau
penampilan udik .”
Ta, besok
aku mau mudik, uangku dah menipis. Ya beginilah kalau jomblo, kalau dah tanggal
tua pusing tujuh keliling.
Pus mulai
merangkak meninggalkan terminal. Puspa duduk sendirian di pinggir dekat
jendela. Angin langsung menerobos, menendang mata Puspa, sehingga matanya
tampak sebuah garis. Sekejab kemudian tubuh Puspa tersandar, goyang ke kiri,
goyanng ke kanan, mengangguk angguk, seirama dengan goyangan bus yang melewati
jalan berlubang-lubang. Puspa terkejut ketika Puspa di towel kondektur yang
minta ongkos karcis. Puspa menyodorkan selembar uang kertas dengan mata
setengah terbuka. Setelah menyimpan karcisnya dia kembali berkelana ke alam
sukma.
”permisi...Mbak,
tempat duduknya kosong?” tanya seorang cowok yang baru naik bus. ”
ya....ya....ya...silakan,” jawab Puspa setengah sadar. ”Mau ke mana Mbak? Kok
sendirian,” tanya cowok itu. Rasa kantuk yang menggelayuti mata Puspa seraya
sirna. Puspa membuka matanya agak lebar. ” tampan jug ini cowok. Terlintas
sebutir asa dalam hati Puspa. ”Kenalkan Mbak nama saya Togy,” sambil
menyodorkan tangannya. ”Puspa.” jawabnya singkat. Puspa mulai tertarik dengan
pandangan pertamanya. Togy memonopoli pembicaraan bak seorang sahabat lama yang
baru bertemu. Biografinya dikupas tuntas. Puspa begitu antusias mendengarkan
ocehannya. Diam-diam mata Puspa menyelidik, ”Sepatunya Bucherri, kaosnya Polo,
celananya Lee Cooper, arlojinya Rollex kuning kinclong, wah tajir bener ini cowok.”
bisik hati kecilnya. ”Mbak...mbak punya minyak angin?” tanya Togy memecah
lamunan Puspa. Puspa semakin yakin akan keberadaan cowok yang ada disampingnya.
Togy dapat menangkap ekspresi lawannya yang mulai terpikat. Togy mengeluarkan
senjnatanya, menebarkan racunnya dengan bualan-bualan metropolis. Togy
mengatakan bahwa dia tak biasa naik bus. Dia pasti mual, mabuk dan pusing bila
harus bejejal-jejal dengan lima puluh macam aroma peluh penumpang.
Bus mulai
masuk terminal Kudus. Puspa bersiap-siap turun. Puspa masih harus naik bus dua
kali kemudian dilanjutkan naik becak/dokar/ojek baru sampek rumahnya. “Mbak
bagaimana kalau bareng saya saja, naik taksi? Saya juga mau ke daerah sana.”
tawar Togy. Hati Puspa girang bukan kepalang, dadanya meletup-letup, jantungnya
berdetak keras seperti mau copot, aliran darahnya terasa terhenti. ”Nggak
merepotkan ta maaaasss.....?” tanya Puspa mulai genit. ” Nggak biasa, ntar aku
antar sampai kerumahmu.” jawab Togy yang telah mengaku sebagai insinyur teknik
sipil itu. Hati Puspa bercampur aduk bak kopi tubruk. Senang, bangga, bahagia.
” semua keluarga tentu akan menyambut gembira.” pikirnya.
Obrolan
terhenti ketika taksi memasuki halaman rumah tembook sederhana. Seisi rumah
berhamburan keluar ketika mendengar deru mobil. Mata mereka terbelalak, lidah
mereka kelu, mulut terkunci, tanpa sepatah kata. Pikiran mereka melesat ke
dunia fantasi. Semua tampak giginya, senyumnya, kata-katanya ketika Puspa
mengucapkan salam, ”Assalamualaikum! Waalaikumsalam.” jawab mereka serempak.
Insinyur
Togy bercaka-cakap dengan ibu Puspa di ruang tamu. Puspa membuntuti bapaknya ke
ruang dapur. Puspa mendapatkan setumpuk pertanyaan dari bapaknya, persis
seperti polisi menintrogasi pencuri. Pertanyaan mulai dari kapan kenalnya,
bagaimana bobot bebet bibitnya. Semua telah dijawab Puspa sesuai dengan
kronologi bualan Togy. Bapak Puspa menangkap sinyal negatif. ” Pus kamu mesti
berhati-hati dalam bergaul. Kamu harus dapat membedakan antara cowok yang
serius dengan yang membius. Kalau cowok tahu etika tak mungkin baru kenal
langsung ikut kerumah. Jangan kau ulang lagi membawa cowok yang belum tahu asal
usulnya, apalagi pulang membawa aib. Ingat itu! Pegang ucapan bapak!!!!!!”
Puspa diam tak menjawab, Puspa kecewa, jengkel atas intimidasi bapaknya. Puspa
lari keluar, ke halaman samping, duduk terpaku, pandangannya nanar.
Bapak
Puspa mondar-mandir dengan ekspesi bak singa kelaparan. Bruaaakkkk....suara
pintu dibanting. Praaaang........suara piring jatuh. ”
Puspaaaaaaa........tolong pintunya ditutup biar tidak kena angin, kucingnya
dikeluarkan biar tidak menyenggol barang-barang di atas meja makan!” kata
ibunya dari ruang tamu. Sebenarnya ibu Puspa tahu bahwa itu sebenarnya bukan
suara angin atau kucing yang menjatuhkan mangkuk. Bapak Puspa mengunci diri di
dalam kamar, dia tidur mendengkur, dengkkurannya semakin keras. Keras karena
dibuat-buat atau memang tidurnya pulas. ”Paak....saya mau kembali ke Semarang.
Pak saya mohon pamit.” kata Puspa dan Togy dari balik pintu. Tak ada jawaban,
yang ada dengkuran yang semakin keras. Puspa sedih murung. Hubungannya tidak
dapat respon positif dari bapaknya.

”Pus mana
oleh-oleh dari desa?” tanya Tata. ” aku bawa oleh-oleh istimewa tapi kamu tidak
akan saya kasih.” jawab puspa sambil menyodorkan foto-foto Togy dalam berbagai
style. Biografi insinyur langsung di transfer ke telinga Tata. ” hati-hati lho
pus, saya kok kurang yakin dengan keberadaan cowokmu. Suatu instan biasanya
berdampak negatif.
Darah
Puspa langsung mendidih, matanya melotot, giginya gemeretak,” mulai detik ini,
kamu tidak perlu urusan pribadiku!” bentak Puspa sambil berkacak pinggang. Tata
langsung ngacir meninggalkan Puspa sendirian.
Dalam
kelas, Puspa duduk sendirian seperti makhluk terasing. Penampilannya semakin
norak, cowok barunya selalu menjemput dan mengantarkannya. Mall, cafe, pantai
menjadi menu tambahan setelah pulang kuliah. Mereka berdua semakin lengket
seperti Romeo dan Yuliet. Mereka selalu mesra bak Galih dan Ratna. Buku-buku
kuliah mulai membuatnya jengah, tugas-tugas membuatnya lelah, ruang kuliah
membuatnya gerah sehingga Puspa mulai sering absen.
Puspa
lepas dari keluarganya karena tak ada yang merestui hubungannya. Dia melepaskan
diri dari komunitas kampusnya. Dia enjoy dengan cowok yang telah menjanjikan
madu dalam hidupnya. Puspa hidup bebas, lepas dari komentar teman, lepas dari
nasehat ortu. Kepatuhan, kedisiplinan, kepribadian, keimanan, semua turut
lepas. Insinyur Togy telah berhasil meluluhkan hati Puspa, telah berhasil
meluluhlantakkan masa depan Puspa. Tanpa Puspa sadari, ia telah merajut dosa
tuk menanti bencana.
Beberapa
bulan berpisah dengan Puspa, justru membuat hati Tata lebih tenang. Pikirannya
lebih konsentrasi pada studinya. Dia ingin lulus tepat waktunya, ingin segera
mengajar, mendapatkan gaji, untuk membantu beban orang tuanya. Dia tak ingin
memikirkan cowok dulu. Bukan berarti Tata cewek anti cowok, tapi dia cewek yang
punya program hidup.
Ketika
siang bolong, panas menyengat kulit penghuni jagat, Puspa dengan wajah kusut
dan rambut yang semrawut, manyusuri kamar-kamar kos tempat yang dulu ditempati
bersama-sama teman kampusnya. Semua pintu tertutup, sepi, tak ada tanda-tanda
kehidupan. Puspa mendapatkan info dari ibu kos bahwa teman-teman seangkatannya
telah berangkat PPL. Sebenarnya Puspa ingin mencari sobatnya Tata, dia ingin
minta maaf, dia ingin curhat. Dia ingin minta tolong untuk mengurangi ”Benang
yang telah kusut.”
Puspa
harus mencari solusi untuk ”mengurai benang kusut” seorang diri. Puspa hamil
hasil buah dosa, insinyur Togy hilang tak tahu rimbanya, dia kelimpungan. Mau
menggugurkan janinnya, dia tak tega, dia tak berdaya karena uang tak ada di
tangan. Insinyur Togy yang berpenampilan trendi yang dipuja-pujanya ternyata
hanyalah seorang kuli bangunan. Hal itu terungkap dengan tanpa sengaja.
”Permisiiiiii........pak
Togyman ada, mbak? Tanya pemuda yang baru datang. Puspa terkejut, bingung, dan
bengong persis sapi ompong ketika mendengar kata Togyman. Pemuda itu akhirnya
bercerita panjang. Togyman yang diucapkan pemuda itu ternyata insinyur Togy yang
selama ini membius hidupnya.” ”Togyman pernah menjadi kuli batu di rumah
ayahku. Saat menguli itu, dia pernah mengambil barang-barangku (sepatu
Bucherri, celana Lee Cooper, kaos Polo, dan alroji Rollex).
Semua itu
atas laporan-laporan temannya, diperkuat lagi, sejak terjadi peristiwa
kehilangan, Tugiman ikut menghilang.”
Puspa
mendengarkan cerita pemuda itu dengan mata berkaca-kaca . Malu, sedih, kecewa, jengkel, menyesal berkolaborasi jadi
satu. Sejak dia mengetahui saya hamil, dia menghilang. Saya sendiri tidak tahu
di mana keberadaannya. Mungkin barang-barang mas yang bermerek itu yang
dijadikan modal untuk membidik cewek-cewek bodoh, seperti saya ini, Mas.” kata Puspa memelas.
Pemuda itu pulang tanpa hasil. Sepatu, arloji, kaos dan celana telah menggembara
bersama cowok pemburu wanita.
Puspa
menggerutu sendiri, ”benar apa yang dikatakan bapak, benar yang dikawatirkan
Tata. Kuliahku terputus, komunikasi dengan keluarga terputus, harapanku pupus.
Ir. Togy (si kuli batu Togyman) menghilang, perutku semakin megembang. Aku tak
tahu apa yang harus aku lakukan. Puspa melewati hari-harinya dengan berjuang
seorang diri. Dia bekerja apa saja demi mendapatkan sesuap nasi. Bayi yang tak
pernah diharapkan akhirnya lahir di dunia. Beban semakin bertambah, pikiran semakin
ruwet. Tengah malam dibawah rintihan hujan, Puspa diam-diam meninggalkan kamar
kos yang sudah dua bulan belum di bayar, dengan mendekap bayinya yang masih
merah. Dia mengikuti langkah kakinya tanpa tujuan pasti. Akhirnya mereka
memberanikan diri mendatangi warkop, dia menawarkan jasa untuk membantu sebagai
pelayan. Bu Tanti pemilik warung itu tidak tega melihatnya. Puspa diperbolehkan
membantu dengan imbalan sekadarnya.
”Pa......pa.....pa.....itu
kan Puspa tetangga kita. Katanya kuliah kok ada di warung. Salah lihat mungkin
maaa........ Ayo kit dekati, pura-pura beli es!” Gatot dan Eva segera memasuki
warung itu. ”es teh dua, Mbak!” ”Ya”jawab puspa tnpa menoleh. Puspa selalu
melipat wajahnya dan blingsatan bila bertatap muka dengan orang asing, takut ketemu
teman kampusnya. Gatot dan Eva menunduk dengan tetap berkacamata dan berjaket,
biar penyamarannya sukses. ”benar-benar Puspa, itu benar Puspa, aku tidak salah
lihat,” kata Eva pelaaannn sambil mencubit paha suaminya. Puspa tampak kurus
dan tak terawat. Malam itu juga Gatot menelepon Santo kakak Puspa yang tinggal
di Malang. Malam berikutnya Gatot mengantar Santo ke warung Puspa. Gatot hanya
memantau dari kejauhan. Santo menyaksikan sesosok bayi merah berbalut selendang
yang digeletakkan di atas meja di samping gelas-gelas kotor. Santo tak mampu
membendung air matanya, tapi ketika melihat Puspa, Santo jadi geram dan
jengkel. Santo ikut membesarkan, ikut membantu kuliah Puspa, tapi hasilnya
seperti...........

”kopi tiga!!!!!!” suara aneh
Santo. Seketika Puspa menoleh, tulang-tulangnya seakan luruh, badannya lemas
tanpa jawaban, dia jongkok dengan melipat wajahnya, dia menangis sesenggukan.
Puspa tahu bahwa yang pesan kopi adalah kakaknya. Puspa ketakutan. ”ayo pulang,
bawa bayimu!” gertak Santo memendam marah. Tanpa basa-basi Puspa langsung mohon
pamid pada bu Tanti. ”terima kasih, Bu! Kata Santo pada bu Tanti. Bu Tanti
bengong. ” itu hasil kuliah kamu tiga tahun! Itu ganjarannya kalau jadi anak
selalu melihat atas, nggak introspeksi. Di bawah itu banyak kerikil, batu,
paku, duri yang siap melukai.”Puspa tetap membisu. Mobil yang membawanya terus
melaju menuju Malang. Saat mentari telah menginti di ufuk timur, sampailah
ketiganya dirumh Santo. ”selama satu minggu kamu istirahat di sini, setelah itu
kembalilah ke Semarang, biarkan bayimu kami yang merawat.” kat istri Santo.
Bus akas
mulai keluar dari terminal Arjosari. Puspa duduk dibelakang sopir berdampingan
dengan ibu-ibu. Bus melaju kencang menuju Surabaya. Setelah sampai terminal
Purabaya,
Puspa pindah
ke bus Jaya Utama menuju Semarang. Puspa kembali ke warung bu Tanti. Puspa tak
mungkin kuliah lagi karena dia telah membolos dua semester.
A.T. Purwaningsih, S.Pd.
SMP
N 1 SEDATI
3
April 2009. 16.30
Drama . . . .
Renungan Senja
Raja siang menyeringai menyebarkan panasnya
Menerpa permukaan laut
yang biru
Biru,jernih bak cermin
raksasa
Ombak berkejar-kejaran ke
bibir pantai
Pasir-pasir halus lari
ke tepi
Membentuk garis-garis
Panas mentari mulai sirna
Mentari sore menghangatkan buana
Nelayan telah bersiap-siap
Perahu,lampu,layar,kail,jala,dan dayung
Raja siang berangkat ke peraduannya
Nelayan mulai menaiki
perahunya
Lentera mulai dinyalakan
Dayung mulai digerakkan
Doa mulai dipanjatkan
Layar mulai dibentangkan
Buana mulai gulita
Udara malam,menusuk rusuk
Dengan penuh asa
Jala mulai ditebarkan
Tiga puluh menit kemudian
Berpuluh-puluh ikan telah
terperangkap
Jala ditarik,ikan
menggelepar-gelepar
Fajar telah
menyingsing
Perahu penuh ikan
Lampu dipadamkan
Dayung diletakkan
Layar dilipat
Perahu merapat
Nelayan bergumam
Terima kasih Tuhan
Terima
kasih laut
Maafkan kami,ikan-ikan
Kami telah merampas hak
hidupmu
Sebentar lagi
manusia akan memutilasimu
By A.T.P
On Monday, Nine March 09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar